Fenomena dan figur ayah dari generasi tanpa ayah bukan hanya tentang tidak adanya fisik ayah dalam keluarga, tetapi juga tentang kurangnya peran emosional dan sosial dalam hubungan orang tua dengan anak. Pada banyak orang, termasuk Indonesia, peran ayah sering dihilangkan secara tidak langsung, baik dalam cerita keluarga, maupun dalam desain ruang publik. Akibatnya, pengasuhan anak tampaknya menjadi beban sepihak bagi wanita.
Perempuan sebagai Satu-satunya Pengasuh
Ketika menghadapi berbagai masalah anak, masyarakat seringkali langsung mengarahkan tuduhan kepada ibu. Mereka mengkritik cara mendidik, seberapa banyak waktu yang dihabiskan bersama anak, serta tingkat kesibukan sang ibu. Sementara, kontribusi dan tanggung jawab ayah sering kali terabaikan. Akibatnya, perempuan merasa beban sosial yang berat, seolah-olah keberhasilan atau kegagalan anak sepenuhnya ditanggung oleh mereka.
Padahal, peran ayah dalam pengasuhan adalah hal yang sangat krusial. Ayah tidak hanya bisa menjadi teladan, tetapi juga sumber kasih sayang dan pelindung yang sama pentingnya dengan peran ibu. Sayangnya, struktur sosial yang kaku sering kali membatasi peran tersebut.
Ketidakhadiran Simbolik Ayah di Ruang Publik
Ketiadaan sosok ayah tidak hanya tampak dalam lingkungan rumah, tetapi juga terasa sangat nyata di ruang-ruang publik. Di Indonesia, kursi prioritas di transportasi umum biasanya hanya mencantumkan “ibu hamil” atau “ibu membawa anak kecil,” tanpa memberi pengakuan kepada ayah yang sedang menggendong anak. Padahal, mereka juga berhak mendapatkan tempat duduk ketika kelelahan.
Apakah ayah tidak berperan dalam pengasuhan di ruang publik? Bukankah mereka pun memerlukan ruang dan dukungan? Sayangnya, budaya kita sering kali mendorong laki-laki untuk selalu tampak kuat, tidak lelah, dan tidak membutuhkan bantuan termasuk dalam konteks pengasuhan anak.
Belajar dari Singapura dan Filipina: Sebuah Narasi yang Lebih Seimbang
Beberapa negara tetangga, seperti Singapura dan Filipina, menunjukkan kebijakan yang lebih inklusif. Di Singapura, istilah “orang tua dengan anak kecil” untuk kursi prioritas menekankan situasi dan kebutuhan, bukan gender. Filipina juga menggunakan ungkapan “mereka yang memiliki anak” untuk menunjukkan bahwa peran ayah dan ibu dalam pengasuhan adalah setara. Ayah diakui sebagai orang tua yang bertanggung jawab, bukan hanya sebagai “pembantu.”
Ketidakhadiran Ayah dan Kesehatan Mental Anak
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Culpin et al. (2022) menunjukkan bahwa ketidakhadiran ayah selama masa kanak-kanak awal memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan risiko depresi pada anak ketika mereka mencapai usia 24 tahun. Penelitian ini mengungkapkan:
“Early but not middle childhood father absence was strongly associated with increased odds of offspring depression and greater depressive symptoms at age 24 years.”
Perubahan Sikap dan Perilaku Peran Gender Setelah Menjadi Orang Tua
Penelitian Katz-Wise, Priess, dan Hyde (2010) menunjukkan bahwa setelah menjadi orang tua, baik laki-laki maupun perempuan cenderung kembali pada pola pikir dan perilaku peran gender tradisional, terutama pada perempuan. Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun kesetaraan gender makin diakui, proses menjadi orang tua justru bisa menguatkan kembali batasan peran antara ibu dan ayah dalam pengasuhan.
“In general, parents became more traditional in their gender-role attitudes and behavior following the birth of a child, women changed more than men, and first-time parents changed more than experienced parents.”
Menemukan Kembali Makna Peran Ayah
Menjadi ayah bukan hanya tentang memberi nafkah, tetapi juga tentang hadir secara emosional, sosial, dan psikologis. Namun, tidak semua laki-laki tumbuh dengan contoh ayah yang hangat atau tahu bagaimana memulai peran itu. Jika kamu sedang berjuang memahami dirimu sebagai ayah, anak, atau pasangan, Komunitas Berbagi Cerita Indonesia menyediakan ruang aman untuk bercerita dan belajar memahami diri. Melalui layanan konseling daring, kamu bisa berbagi kisah tanpa dihakimi dan mendapatkan dukungan dari peer counselor serta psikolog profesional. Karena kami percaya, menjadi kuat bukan berarti harus sendirian.
Referensi
- Lawlor, D. A., Pearson, R. M., & Joinson, C. (2023). Father absence and trajectories of offspring mental health across adolescence and young adulthood: Findings from a UK birth cohort. Psychological Medicine, 53(3), 789–798. https://doi.org/10.1017/S0033291721004120
- Katz-Wise, S. L., Priess, H. A., & Hyde, J. S. (2010). Gender-role attitudes and behavior across the transition to parenthood. Journal of Family Psychology, 24(3), 248–255. https://doi.org/10.1037/a0019691
Ditulis Oleh: Aliyah; Ditinjau Oleh: Sita Dwi Hapsari Fatimah, S.Psi; Di Edit Oleh: Najwa Ajrina Sabila Zain, S.S