Tak Terucap, Tapi Terasa: Luka Ibu dalam Hidup Anak Perempuan

Hubungan antara ibu dan anak perempuan sering kali dianggap sebagai ikatan paling kuat, penuh kasih, pengertian, dan menjadi tempat bertumbuh yang aman. Namun, bagi sebagian perempuan, justru dari relasi inilah luka emosional muncul. Mother wound merujuk pada gangguan dalam hubungan antara ibu atau pengasuh utama dengan anak, yang dapat berdampak negatif pada rasa aman dan harga diri anak. Ketika kebutuhan emosional anak tidak terpenuhi, hal ini dapat mengakibatkan perasaan tidak dicintai, tidak aman, dan keyakinan bahwa dunia tidak aman (Bennett, dikutip dalam Wisner, 2024).

Luka dari relasi dengan ibu tidak selalu hadir sebagai trauma besar, tetapi bisa menjelma dalam bentuk kelelahan emosional yang menetap. Banyak anak perempuan tumbuh menjadi perempuan dewasa yang tampak kuat dan mandiri dari luar. Namun, diam-diam bergulat dengan rasa tidak pernah cukup, kesulitan membangun batas yang sehat, dan rasa bersalah saat mencoba memprioritaskan diri sendiri. Temuan dari Troshikhina & Danilova (2023) memperkuat gambaran ini, menunjukkan bahwa kontrol otoriter dari ibu, terutama ketika tidak disertai kedekatan emosional, berkaitan dengan penurunan kesejahteraan psikologis anak perempuan dewasa. Ibu yang terlalu dominan dalam mengambil keputusan cenderung menekan kehendak anak, membatasi kemampuan mereka dalam menetapkan tujuan hidup sendiri, dan mengganggu kualitas hubungan emosional yang sehat. Akibatnya, banyak perempuan dewasa ini merasa tidak layak dicintai jika tidak selalu “berhasil” dan kesulitan menjalin relasi yang setara.

Luka ini tak hadir begitu saja. Banyak ibu di generasi sebelumnya tumbuh dalam budaya patriarki yang membatasi ekspresi emosional mereka. Saat tak diberi ruang untuk menyembuhkan luka batin atau memahami kebutuhan diri, pola pengasuhan yang dingin atau kaku pun diwariskan sering tanpa disadari kepada anak-anaknya.

Banyak dari luka emosional yang dialami perempuan dewasa berakar dari pola asuh otoriter yang masih kerap dijumpai dalam keluarga Indonesia. Dalam pola ini, anak sering kali tidak diberi ruang untuk menyampaikan pendapat, bahkan merasa tidak dianggap dan mengalami penolakan emosional. Kurangnya kehangatan dalam hubungan ini dapat membuat anak memandang dunia sebagai tempat yang tidak aman dan memicu kecemasan sosial yang menetap hingga dewasa (Louw & Rahmatulloh, 2024). Pola asuh semacam ini juga turut menghambat anak perempuan untuk belajar memahami dirinya sendiri secara emosional, karena lebih banyak diajarkan untuk patuh ketimbang merasakan dan mengungkapkan perasaannya.

Menyembuhkan mother wound dimulai dengan menyadari dan memahami luka emosional yang dialami. Salah satu pendekatan yang direkomendasikan adalah memberikan diri sendiri kasih sayang, pengakuan, dan batasan yang mungkin tidak didapatkan di masa kecil. Dengan memenuhi kebutuhan emosional sendiri, seseorang dapat membangun kembali kepercayaan dan rasa aman dari dalam (Wisner, 2024).

Selain itu, menetapkan batasan yang sehat dalam hubungan sehari-hari menjadi bagian penting dari proses ini. Perempuan yang sedang memulihkan luka sering kali belajar untuk mengatakan “tidak” tanpa rasa bersalah, memprioritaskan kebutuhannya sendiri, serta berhenti menyalahkan diri ketika tidak memenuhi harapan orang lain. Langkah-langkah ini merupakan bentuk nyata dari keberanian untuk mengubah pola lama yang merugikan diri sendiri (Wisner, 2024).

Bagi banyak perempuan dewasa, menyembuhkan luka dari relasi dengan ibu bukan sekadar berdamai dengan masa lalu, tapi langkah berani untuk membangun kehidupan emosional yang lebih sehat. Penyembuhan bukan tentang menyalahkan, melainkan memberi ruang bagi diri sendiri untuk tumbuh. Dalam keberanian itulah, harapan dan pemulihan mulai hidup meski luka itu tak selalu terucap, tapi begitu terasa.

Saat Ingin Pulih, Kamu Tak Perlu Sendirian

Proses memahami dan menyembuhkan luka batin bisa terasa berat apalagi jika berasal dari hubungan yang sedekat ibu dan anak. Jika kamu merasa perlu ruang aman untuk mengenali perasaanmu, Komunitas Berbagi Cerita Indonesia siap mendampingimu. Melalui layanan konseling daring dengan peer counselor dan psikolog profesional, kamu dapat bercerita tanpa takut dihakimi, dengan pendampingan yang penuh empati dan kerahasiaan. Setiap langkah kecil menuju pemulihan adalah bentuk keberanian. Dan di BCI, kami percaya bahwa setiap cerita layak untuk didengar

Referensi:

  • Louw, N. N., & Rahmatulloh, A. R. (2024). Orang Tua vs Anak: Kajian Pola Asuh Otoriter Orang Tua terhadap Kecemasan Sosial pada Remaja. ejurnal.mercubuana-yogya.ac.id. https://doi.org/10.26486/intensi.v2i1.3835
  • Troshikhina, E., & Danilova, M. (2023). Mother and adult daughter: The connection between their psychological well-being and the mother’s parental attitudes. Vestnik of Saint Petersburg University Psychology, 13(2), 199–213. https://doi.org/10.21638/spbu16.2023.205
  • Wisner, W. (2024, August 19). Yes, You Can Heal Your Mother Wound—Here’s How. Verywell Mind. https://www.verywellmind.com/mother-wound-8695464?utm_source=chatgpt.com#toc-the-role-of-unprocessed-trauma-in-the-mother-wound

Ditulis Oleh: Fadli Okta; Ditinjau Oleh: Susan Claudia , S.Psi; Di Edit Oleh: Najwa Ajrina Sabila Zain, S.S

share this :
news

Related News

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *